Bandung, 19 Februari 2022

 Aku di perjalanan menuju tempat yang disebut rumah, Bekasi. Setelah 6 bulan berlalu, dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Ayo kita flashback sebentar

Pertama kali aku memutuskan untuk ke Bandung adalah untuk mencari pengalaman dalam hal menjadi panitia sekaligus waktu itu aku jenuh dengan kehidupan kuliah online yang gak ada abisnya. Setelah sampai di Bandung, ternyata gak sesebentar itu. Semakin lama aku di Bandung, semakin banyak aku mengikuti kegiatan yang seharusnya gak aku iyain gitu aja. Semakin lama aku di Bandung, semakin aku ditahan untuk gak kembali ke Bekasi.

Awalnya menjadi panitia itu emang menyenangkan, berbagi pengalaman, kumpul sama teman-teman baru, bahkan main, yang berkedok survey tempat acara ke Lembang (eh tapi survey beneran kok wkwkkwk). Semuanya menyenangkan, menghibur di kala kejenuhan melanda. Tapi, pada akhirnya, setelah kalian udah ngerasa cukup akan porsi menjadi panitia, dan setelah kalian ngerasa udah melenceng dari tujuan hidup kalian, menurut yang aku rasakan, semua akan terasa melelahkan.

Tol Purbaleunyi.

Selama perjalanan pulang ini, aku memikirkan jawaban dari pertanyaan, “apa aku harus sedih karena meninggalkan kota ini?” tapi yang aku dapatkan adalah “apa yang harus disedihkan?”

Karena orang-orang yang aku sebut teman tadi sebenarnya tidak se-teman itu. Mereka teman, bahkan keluarga (our (my major) culture), tapi aku gak apa-apa ninggalin mereka sebentar. Yaap karena aku cepat atau lambat, akan kembali lagi ke sana dan mungkin karena aku belum punya pertemanan yang sekarang lebih kita sebut dengan circle.

Yap, 6 bulan, gak cukup waktu buat nemuin circle yang sefrekuensi. Bukan. Bukan ‘nemuin’ karena nyatanya aku gak terpaku pada circle. How to explain it?

Uh­- mungkin gini: Ada, Ramai, Sepi, Sendiri.

Aku berada pada ujung lelah yang paling lelah dalam hal pertemanan dan beradaptasi sama manusia lain, dan tentu saja lelah juga sama kehidupan yang gak sampai-sampai di tujuan. Ini jadi alasan utama aku buat kembali ke tempat asal.

Selain itu, sebenarnya ada satu hal yang kebanyakan orang gak tau karena tentu saja, setiap kali ditanya “kapan ke Bandung lagi?”aku hanya menjawab “nanti dulu, masih ada problem.” Sebenarnya, what’s the problem? Here you go: Aku menunggu kakakku selesai kuliah supaya tidak memberatkan orang tuaku dalam hal finansial. Ini akar dari semuanya. Begitu aku memutuskan hal ini, aku mengembalikan semua ke asalnya, termasuk kost-an. Yap, aku udah gak ada tempat lagi di Bandung. Aku juga sudah mengembalikan barang-barang dari Bekasi ke tempat asalnya bersamaan dengan diriku sendiri.

Aku sempat sakit sebelum perjalanan pulang ini, sekitar seminggu yang lalu. Tepat setelah acara terakhir dari kepanitianku, sehari setelahnya aku sakit. Demam, batuk, pilek. But I’m fine. Aku bilang kepada seseorang kalau aku kembali karena home sick, tapi nyatanya tidak, itu hanya alasanku untuk tidak menjelaskan apapun ketika belum di Bekasi, karena sudah pasti aku akan ditahan. Aku tidak se-manja itu (I’ve broken family, so, yap, u know how it feels) untuk terkena home sick dan tinggal sendiri adalah cita-citaku dari lama. Jadi, yaaaa, seperti itu.

Tol Jakarta-Cikampek.

Bandung amat menyenangkan untukku dari segala sisi kecuali transportasi. Ojek online yang belum tentu ada di suatu daerah sebenarnya agak menyusahkan aku yang tidak punya kendaraan di Kota orang ini. Jadi, yang harus ku lakukan, seperti jaman dahulu, mencari angkutan umum atau berjalan kaki. Mungkin kaki ku sekarang sudah seperti kaki atlet jika dilihat baik-baik.

Tau Caringin Tilu? Atau orang-orang menyingkatnya Cartil. Cartil ini tempat yang paling menyenangkan karena aku berkawan dengan pemandangan malam, city light. Betah berada di sana. Nanti, mungkin aku ingin punya rumah yang bisa melihat city light dari kejauhan. Menulis seperti ini sambil membayangkan kendaraan dan lampu kota yang terus mati nyala dari pagi hingga malam.

Kalau makanan di Bandung, um- apa ya- oh aku tau, Pangyam atau pangsit ayam. Mie lebar, pangsit, ayam, saos pedas yang gak bisa aku jelasin tapi, ini makanan satu-satunya yang mungkin bikin aku kangen Bandung karena di Bekasi gak ada! Apa aku harus buka kedai pangyam di bekasi? Ahahaha nggak deh, aku tidak bisa masak.

Selain city light dan pangyam yang menyenangkan, Bandung menyadarkan aku bahwa aku manusia cuek yang gak tau apa itu sapa dan salam kepada orang yang tidak dikenal. Maaf Bandung, tapi menyapa warga yang berpapasan denganku itu sangat beban untukku, maaf hal ini sudah mendaging :( ku usahakan sebaik mungkin untuk menyapa warga Bandung ketika aku kembali kesana. Um- atau aku sudah tidak diterima lagi? aku yakin orang Bandung tidak akan menolakku karena aku mempunyai darah sunda, lebih tepatnya karena aku juga warga Jawa Barat.

Bekasi.

Akhirnya aku sampai di kota kelahiranku. Untuk Bandung, ku berikan salam ‘sampai jumpa kembali’ karena aku akan memastikan untuk kembali secepat mungkin. Terima kasih kepada Bandung dan orang-orang yang ada di dalamnya, terima kasih selama 6 bulan ini karena sudah menerima aku yang sedang dalam proses mendewasakan diri dengan caraku sendiri.

Aku akhiri tulisan ini, semoga kalian bahagia dan sehat selalu.

Komentar

Popular Posts

Jakarta, 10 Maret 2021

Tanpa Makna