Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

Ending dari Depresi dan Iman

We are born to die I feel dying sometimes , kayak gue secapek dan seputus asa itu untuk jalanin hidup gue yang, jujur, sebenernya biasa aja tapi berat. Sebelum kalian baca ini sampe selesai, gue mau bilang kalo gue bukan psikologi, tapi gue suka observasi dalam bentuk apapun. Dan, gue gak mau ngeklaim diri gua depresi karena gue gak didiagnosis seperti itu oleh psikolog, belum, mungkin. Kepala gue isinya gak mau hidup, gak mau ada di dunia ini. Mati adalah hal yang paling gue mau setiap saat. Kadang sekarat karena bisikan-bisikan di telinga melalui kepala yang nyuruh gue mati dengan cara cutting atau bunuh diri. Kalo lagi sendiri di kamar, gelap, ada yang trigger , gua bisa beneran cutting sampe berdarah dan puas, yang mana sebelumnya gue nangis sambil jambak rambut karena itu termasuk perlawanan diri otomatis. Tapi, walaupun udah melawan, gue gak bisa teriak minta tolong, suara gue kayak dibungkam oleh pikiran-pikiran yang seputus asa itu, sampe akhirnya terjadilah cutting sampe...

Never ending love story

Untuk R, Mengingat kamu dan pertama kali kita bertemu adalah ingatan yang menyenangkan. Angkutan umum jadi kendaraan paling bersejarah buatku karena kamu. Kita yang sempat bersama adalah kesempatan terbaik, sampai aku lupa dengan dunia.  Kadang aku bingung dengan semua sikapmu, yang kalau kamu sadari kita berdua sama-sama bingung, bagaimana cara kerja sebuah hubungan? Aku banyak salah, pun kamu.  Tapi tidak masalah karena kita hanya manusia.  Kepadamu aku selalu merendah, menghilangkan harga diriku, bak sampah berjalan sebenarnya.  Namun, aku memang seputus asa itu untuk mencintaimu.  Dengan kelapangan hati yang harus mengikhlaskan semua tentangmu, kini aku berhenti untuk merendahkan diriku.  Tapi tetap, selalu ada ruangan untuk dirimu. Di mana pun kamu berada, ke mana pun kamu pergi, jika kamu mengingatku, kabari aku. Shafa,  teman pulang